Rabu, 15 April 2015

FORMULASI BONTOT IKAN BANDENG (Channos sp.) DENGAN KONSENTRASI PENYEDAP RASA YANG BERBEDA

LOGOUNTIRTALaporan Praktikum ke : 01 & 02
Senin & jumat 07 & 11 April 2014


FORMULASI BONTOT IKAN BANDENG (Channos sp.) DENGAN KONSENTRASI PENYEDAP RASA YANG BERBEDA


Disusun Oleh:
Adimas Septiyan
4443111922


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 
2014

ABSTRACT
One of fishery products are often consumed by the public is milkfish. Fish milk is a commodity that has a pretty tasty and savory taste that much-loved people. The youngest is processed from fishery products which fish are commonly in use payus fish and fish, because the protein content. And the purpose of nutrition ikani practicum courses is to determine the best formulation of the best flavor on different levels. And held on Monday, April 07, 2014 and Organoleptic Bontot on 11 April 2014, the laboratory of Fishery Products Processing Technology (TPHP), Department of Fisheries Faculty of Agriculture, University of Sultan Ageng Tirtayasa. By using the tools and materials of garlic, pepper, MSG, salt, sugar, baking soda, eggs, water., Knife, stove, cutting board, bowl, surgical tools and molds. And the result is the provision of the best MSG at different levels of administration such as MSG: MSG 0.50% at best for the youngest banding appearance, at best 0.50% MSG for flavoring the youngest banding, and 0.50% at MSG 0.75% for the texture on the best banding youngest, at best 0.75% MSG to flavor the youngest banding. At 0.25% MSG best for the youngest multiple banding.
Keywords:milkfish,Bontot,MSG

ABSTRAK
Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Bontot adalah olahan dari produk hasil perikanan dimana ikan yang biasa di gunakan adalah ikan payus dan ikan bandeng, karena kandungan protein. Dan tujuan praktikum mata kuliah gizi ikani yaitu untuk mengetahui formulasi terbaik penyedap rasa terbaik pada kadar berbeda-beda. Dan dilaksanakan pada hari senin, 07 april 2014 dan Organoleptik Bontot pada 11 April 2014, dilaboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP), Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan menggunakan alat dan bahan bawang putih, merica, MSG, garam, gula, soda kue, telur, air secukupnya., pisau, kompor, talenan, baskom, alat bedah dan cetakan. Dan hasilnya yaitu pemberian MSG yang terbaik berbedabeda pada pemberian kadar MSG tersebut seperti: pada MSG 0,50% terbaik untuk penampakan pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% terbaik untuk aroma pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% dan 0,75% terbaik untuk tekstur pada bontot bandeng, pada MSG 0,75% terbaik untuk rasa pada bontot bandeng. Pada MSG 0,25% terbaik untuk kelipatan pada bontot bandeng.
Kata kunci : Bandeng, Bontot, MSG
PENDAHULUAN
            Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah. Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan cara pengasapan,  penggaraman, dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah komposisi daging, rasa  serta dan tekstur ikan, tetapi tidak dapat melunakkan tulang yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng (Susanto E ). Ikan bandeng mempunyai kandungan protein yang tinggi mancapai 20 gram per 100 gram (Mahmud MK, dkk). Sifat protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah protein, misalnya panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif (Primasoni N).
Bontot adalah olahan dari produk hasil perikanan dimana ikan yang biasa di gunakan adalah ikan payus dan ikan bandeng, karena kandungan protein dan kandungan lainya sangat banyak. Selainitu ikan tersebut mudah di dapat dan di budadayakan. Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.  Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.  Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau penilaian subyketif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik. Bagian organ tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata, telinga, indra pencicip, indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama kesan dan kesan hedonik
Adapun tujuan praktikum mata kuliah gizi ikani yaitu untuk mengetahui formulasi terbaik penyedap rasa terbaik pada kadar berbeda-beda.
TINJAUAN PUSTAKA
a.      Deskripsi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng  memiliki nama lain yaitu Milkfish. Ikan ini memiliki tubuh langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu berenang dengan cepat. Warna tubuhnya putih keperak – perakan.  mulut tidak bergerigi sehingga menyukai makanan ganggang biru yang tumbuh di dasar perairan (herbivora)
b.      Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Kingdom         : Animalia         
Phylum            : Chordata
Sub phylum     : Vertebrata
Class                : Pisces
Sub class         : Teleostei
Ordo                : Malacopterygii
Family             : Chanidae
Genus              : Chanos
Species            : Chanos chanos


METODOLOGI
Praktikum mata kuliah gizi ikani yang dilaksanakan pada hari senin, 07 april 2014 dan Organoleptik Bontot pada 11 April 2014, dilaboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP), Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Untuk bahan yang di gunakan yaitu ikan bandeng, tapioca, bawang merah, bawang putih, merica, MSG, garam, gula, soda kue, telur, air secukupnya. Sedangkan untuk alat yang digunakan yaitu pisau, kompor, talenan, baskom, alat bedah dan cetakan.
Sedangkan untuk metode yang dilakukan pada praktikum formulasi bontot yaitu, langkah pertama ikan disiangi, lalu dilakukan pemfilletan serta pengambilan daging ikan bandeng, kemudian pembuatan adonan lalu adonan cicetak, yang terakhir lakukan proses pengkukusan. Dan untuk metode yang dilakukan pada praktikum organoleptik bonton ikan bandeng yaitu pertama ambil ikan dan lakukan proses pengkukusan lalu sajikan bontot kepada panelis lalu lakukan pengujian organoleptik dan catat hasilnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar 1. Diagram Histogram Hasil Uji Organoleptik Bontot Bandeng dengan kadar MSG yang berbeda

Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa. Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG sebagai “generally recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Tetapi tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut “Chinese Restaurant Syndrome”. Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti ilmiahnya (Stevenson, D.D )Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari 12 minggu. Tahun 1980, laporan-laporan tentang hubungan MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome ini kembali banyak muncul berupa sakit kepala, palpitasi (berdebar-debar), mual dan muntah. Pada tahun ini pula diketahui bahwa glutamate berperan penting pada fungsi sistem syaraf, sehingga muncul pertanyaan, seberapa jauh MSG berpengaruh terhadap otak. Selanjutnya di tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi
Bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok orang. Hal ini didukung juga oleh laporan dari European Communities (EC)Scientific Committee for Foods tahun 1991.Untuk itu, FDA memutuskan tidak menetapkan batasan pasti untuk konsumsi MSG. Usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerja sama dengan FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) sejak tahun 1992. Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kakukaku otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sndrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3 – 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 – 2,5 g MSG. Sementara untuk penyakitpenyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG (Woessner, K.M)

KESIMPULAN
            Dari praktikum ini dapat di tarik kesimpulan bahwa pemberian MSG yang terbaik berbedabeda pada pemberian kadar MSG tersebut seperti: pada MSG 0,50% terbaik untuk penampakan pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% terbaik untuk aroma pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% dan 0,75% terbaik untuk tekstur pada bontot bandeng, pada MSG 0,75% terbaik untuk rasa pada bontot bandeng. Pada MSG 0,25% terbaik untuk kelipatan pada bontot bandeng.
DAFTAR PUSTAKA
Jay,James M.1992.Modern Food Microbiology. Chapman&hall: London
Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA,  Apriyantono RR, Ngadiarti I, Hartati B, dkk. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal 35.
Primasoni N, 2011. Manfaat Protein untuk  Mendukung Aktifitas Olahraga, Pertumbuhan, dan Perkembangan Anak Usia Dini.
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.520
Soekarto, Soewarno T.,  (1981), Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian,  PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center, Institut Pertanian Bogor.
Stevenson, D.D. 2000. Monosodium glutamate and ashtma. J Nutr. 130:1067S-1073S, 2000
Susanto E, 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos Chanos Forsk) Duri Lunak. http://eprints.undip.ac.id/19138/1/bandeng_duri_lunak.pdf.  Diakses 4 Mei 2012.
Woessner, K.M.; Simon, R.A.; Stevenson, D.D. 1999. Monosodium glutamate sensitivity in asthma. J Allergy Clin Immunol. 1999. Aug;104(2 Pt 1):305-10

LAMPIRAN
Ikan bandeng                                                  Bumbu-bumbu

Penggilingan daging ikan                    bontot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar