Laporan
Praktikum ke : 01 & 02
Senin &
jumat 07 & 11 April 2014
FORMULASI BONTOT IKAN
BANDENG (Channos sp.) DENGAN
KONSENTRASI PENYEDAP RASA YANG BERBEDA
Disusun Oleh:
Adimas Septiyan
4443111922
JURUSAN
PERIKANAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA
2014
ABSTRACT
One of
fishery products are often consumed by the public is milkfish. Fish milk is a
commodity that has a pretty tasty and savory taste that much-loved people. The
youngest is processed from fishery products which fish are commonly in use
payus fish and fish, because the protein content. And the purpose of nutrition
ikani practicum courses is to determine the best formulation of the best flavor
on different levels. And held on Monday, April 07, 2014 and Organoleptic Bontot
on 11 April 2014, the laboratory of Fishery Products Processing Technology
(TPHP), Department of Fisheries Faculty of Agriculture, University of Sultan
Ageng Tirtayasa. By using the tools and materials of garlic, pepper, MSG, salt,
sugar, baking soda, eggs, water., Knife, stove, cutting board, bowl, surgical
tools and molds. And the result is the provision of the best MSG at different
levels of administration such as MSG: MSG 0.50% at best for the youngest
banding appearance, at best 0.50% MSG for flavoring the youngest banding, and
0.50% at MSG 0.75% for the texture on the best banding youngest, at best 0.75%
MSG to flavor the youngest banding. At 0.25% MSG best for the youngest multiple
banding.
Keywords:milkfish,Bontot,MSG
ABSTRAK
Salah satu produk perikanan yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan
suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga
banyak digemari masyarakat. Bontot adalah olahan dari produk hasil perikanan
dimana ikan yang biasa di gunakan adalah ikan payus dan ikan bandeng, karena
kandungan protein. Dan tujuan praktikum mata kuliah gizi ikani yaitu untuk
mengetahui formulasi terbaik penyedap rasa terbaik pada kadar berbeda-beda. Dan
dilaksanakan pada hari senin, 07 april 2014 dan Organoleptik Bontot pada 11
April 2014, dilaboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP), Jurusan
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan
menggunakan alat dan bahan bawang putih, merica, MSG, garam, gula, soda kue,
telur, air secukupnya., pisau, kompor, talenan, baskom, alat bedah dan cetakan.
Dan hasilnya yaitu pemberian MSG yang terbaik berbedabeda pada pemberian kadar
MSG tersebut seperti: pada MSG 0,50% terbaik untuk penampakan pada bontot
bandeng, pada MSG 0,50% terbaik untuk aroma pada bontot bandeng, pada MSG 0,50%
dan 0,75% terbaik untuk tekstur pada bontot bandeng, pada MSG 0,75% terbaik
untuk rasa pada bontot bandeng. Pada MSG 0,25% terbaik untuk kelipatan pada
bontot bandeng.
Kata kunci : Bandeng, Bontot, MSG
PENDAHULUAN
Salah satu produk perikanan yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan
suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga
banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan
masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan
berkadar lemak rendah. Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional
antara lain dengan cara pengasapan, penggaraman,
dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah komposisi daging, rasa serta dan tekstur ikan, tetapi tidak dapat
melunakkan tulang yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng (Susanto E ).
Ikan bandeng mempunyai kandungan protein yang tinggi mancapai 20 gram per 100
gram (Mahmud MK, dkk). Sifat protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk
fisik maupun aktivitas biologis. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan
sifat alamiah protein, misalnya panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam,
logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif (Primasoni N).
Bontot adalah olahan dari produk
hasil perikanan dimana ikan yang biasa di gunakan adalah ikan payus dan ikan
bandeng, karena kandungan protein dan kandungan lainya sangat banyak. Selainitu
ikan tersebut mudah di dapat dan di budadayakan. Pengujian organoleptik adalah
pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses
fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat
benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda
tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang
ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau
menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan.
Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau
reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan
sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian
subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku
atau yang melakukan pengukuran. Jenis
penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan
menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau
pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh
kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau
penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat
atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau
penilaian subyketif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang
diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa
kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian
sensorik. Bagian organ tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata,
telinga, indra pencicip, indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan.
Kemampuan alat indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau
dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama
kesan dan kesan hedonik
Adapun
tujuan praktikum mata kuliah gizi ikani yaitu untuk mengetahui formulasi
terbaik penyedap rasa terbaik pada kadar berbeda-beda.
TINJAUAN PUSTAKA
a.
Deskripsi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan
bandeng memiliki nama lain yaitu Milkfish. Ikan ini memiliki tubuh
langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu berenang dengan cepat.
Warna tubuhnya putih keperak – perakan. mulut tidak bergerigi sehingga
menyukai makanan ganggang biru yang tumbuh di dasar perairan (herbivora)
b.
Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Chordata
Sub phylum :
Vertebrata
Class :
Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo :
Malacopterygii
Family :
Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos
chanos
METODOLOGI
Praktikum
mata kuliah gizi ikani yang dilaksanakan pada hari senin, 07 april 2014 dan
Organoleptik Bontot pada 11 April 2014, dilaboratorium Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan (TPHP), Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Untuk bahan
yang di gunakan yaitu ikan bandeng, tapioca, bawang merah, bawang putih,
merica, MSG, garam, gula, soda kue, telur, air secukupnya. Sedangkan untuk alat
yang digunakan yaitu pisau, kompor, talenan, baskom, alat bedah dan cetakan.
Sedangkan
untuk metode yang dilakukan pada praktikum formulasi bontot yaitu, langkah
pertama ikan disiangi, lalu dilakukan pemfilletan serta pengambilan daging ikan
bandeng, kemudian pembuatan adonan lalu adonan cicetak, yang terakhir lakukan
proses pengkukusan. Dan untuk metode yang dilakukan pada praktikum organoleptik
bonton ikan bandeng yaitu pertama ambil ikan dan lakukan proses pengkukusan
lalu sajikan bontot kepada panelis lalu lakukan pengujian organoleptik dan
catat hasilnya.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar
1. Diagram Histogram Hasil Uji Organoleptik Bontot Bandeng dengan kadar MSG
yang berbeda
Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866,
Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam
bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap
rasa. Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG
sebagai “generally recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus.
Tetapi tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang
keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut
“Chinese Restaurant Syndrome”. Karena kompisisinya dianggap signifikan dalam
masakan itu, MSG diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti
ilmiahnya (Stevenson, D.D )Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman
konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam.
Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan
kepada bayi kurang dari 12 minggu. Tahun 1980, laporan-laporan tentang hubungan
MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome ini kembali banyak muncul berupa sakit
kepala, palpitasi (berdebar-debar), mual dan muntah. Pada tahun ini pula
diketahui bahwa glutamate berperan penting pada fungsi sistem syaraf, sehingga
muncul pertanyaan, seberapa jauh MSG berpengaruh terhadap otak. Selanjutnya di
tahun 1986, Advisory Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA
menyatakan, pada umumnya konsumsi MSG itu aman, tetapi
Bisa terjadi reaksi jangka pendek pada sekelompok
orang. Hal ini didukung juga oleh laporan dari European Communities (EC)Scientific
Committee for Foods tahun 1991.Untuk itu, FDA memutuskan tidak menetapkan
batasan pasti untuk konsumsi MSG. Usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerja
sama dengan FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) sejak
tahun 1992. Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi.
Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini.
Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul
keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kakukaku otot
dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas
dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang
sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian
lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sndrom ini terjadi segera atau sekitar
30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3 – 5 jam. Berbagai survei
dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari
populasi. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh
meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua
kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5 – 2,5 g MSG. Sementara untuk
penyakitpenyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak
didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG (Woessner, K.M)
KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat di tarik kesimpulan bahwa pemberian MSG yang
terbaik berbedabeda pada pemberian kadar MSG tersebut seperti: pada
MSG 0,50% terbaik untuk penampakan pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% terbaik
untuk aroma pada bontot bandeng, pada MSG 0,50% dan 0,75% terbaik untuk tekstur
pada bontot bandeng, pada MSG 0,75% terbaik untuk rasa pada bontot bandeng. Pada MSG
0,25% terbaik untuk kelipatan pada bontot bandeng.
DAFTAR
PUSTAKA
Jay,James M.1992.Modern Food
Microbiology. Chapman&hall: London
Mahmud MK, Hermana, Zulfianto
NA, Apriyantono RR, Ngadiarti I, Hartati
B, dkk. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta, hal 35.
Primasoni N, 2011. Manfaat Protein
untuk Mendukung Aktifitas Olahraga,
Pertumbuhan, dan Perkembangan Anak Usia Dini.
Saanin, H.
1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.520
Soekarto, Soewarno T., (1981), Penilaian Organoleptik, untuk
Industri Pangan dan Hasil Pertanian,
PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center, Institut Pertanian
Bogor.
Stevenson,
D.D. 2000. Monosodium glutamate and ashtma. J Nutr. 130:1067S-1073S,
2000
Susanto E, 2010. Pengolahan Bandeng
(Chanos Chanos Forsk) Duri Lunak.
http://eprints.undip.ac.id/19138/1/bandeng_duri_lunak.pdf. Diakses 4 Mei 2012.
Woessner,
K.M.; Simon, R.A.; Stevenson, D.D. 1999. Monosodium glutamate sensitivity in
asthma. J Allergy Clin Immunol. 1999. Aug;104(2 Pt 1):305-10
LAMPIRAN
Ikan
bandeng Bumbu-bumbu
Penggilingan
daging ikan bontot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar