1.
PENDAHULUAN
Potensi lestari perikanan laut Indonesia
diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah
Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton pertahun atau sekitar 80 persen dari
potensi lestari. Di samping itu juga terdapat potensi perikanan lain yang
berpeluang untuk dikembangkan, yaitu (a) perikanan tangkap di perairan umum
seluas 54 juta ha memiliki potensi produksi 0,9 juta ton per tahun; (b)
budidaya laut yang meliputi budidaya ikan, budidaya moluska dan budidaya rumput
laut; (c) budidaya air payau dengan potensi lahan pengembangan sekitar 913.000
ha; (d) budidaya air tawar meliputi budidaya di perairan umum, budidaya di
kolam air tawar dan budidaya mina padi di sawah; serta (e) bioteknologi
kelautan untuk pengembangan industri farmasi, kosmetik, pangan, pakan dan
produk-produk non-konsumsi (Departemen Kelautan danPerikanan, 2005).
Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan
dilaut dan di perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton
dan 301.150 ton (Ditjen Perikanan Tangkap, 2007). Sedangkan produksi perikanan
budidaya pada tahun 2006 mencapai 2.625.800 ton. Produksi perikanan budidaya
didominasi oleh udang 327.260 ton, rumput laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250
ton, bandeng 269.530 ton, nila 227.000 ton, ikan lele 94.160 ton, gurameh
35.570 ton dan kerapu 8.430 ton (Ditjen Perikanan Budidaya, 2007).
Potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh
Indonesia tersebut dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa perikanan
memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di dalam pemenuhan gizi
masyarakat, khususnya protein hewani; di samping kontribusinya dalam
pertumbuhan perekonomian Indonesia.
2. ISI
2.1 Sejarah Nugget
Nugget yang pertama dibuat adalah
dari daging ayam. Nugget merupakan produk olahan daging yang terbuat dari
daging giling yang dicetak dan dilapisi dengan tepung roti. Nugget ayam
merupakan produk daging yang diciptakan pada tahun 1950 oleh Robert C. Baker,
seorang profesor ilmu makanan di Universitas Cornell, dan diterbitkan sebagai
karya akademis yang merupakan sebuah inovas. Resep untuk McDonald's Chicken
McNuggets diciptakan dari McDonald's oleh Tyson Foods tahun 1979 dan
mulai dijual pada tahun 1980
Karena
permintaan pasar mulai bertambah maka terciptalah berbagai jenis nugget.
seperti nugget yang ada di Azka Healthy Nugget. Nuget
adalah makanan yang berprotein tinggi yang biasanya terbuat dari daging yang
mengandung protein hewani ataupun dari biji-bijian yang mengandung protein
nabati. Nuget merupakan makanan yang lezat dengan bahan campuran tepung tapioka
dan telur, serta bahan rempah-rempah serta garam sebagai penyedap ( Rehman,
2007).
Ikan merupakan salah
satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat,
dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab
itu pengolahan ikan perlu diketahui oleh masyarakat. Untuk mendapatakan hasil olahan yang bermutu
tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengolahan, seperti :
menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih
segar, serta garam yang bersih. Manfaat mengkonsumsi ikan sudah banyak
diketahui orang karena ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan untuk hidup lebih tinggi dari negara yang
lain.
Produk nugget yang beredar di pasaran
umumnya berbahan dasar daging ayam. Daging ayam tersebut memiliki kadar lemak
yang tinggi dan harganya tergolong mahal. Oleh karena itu, konsumen mulai
menyadari sumber protein alternatif, yaitu daging ikan karena memiliki kadar
lemak rendah, kadar protein yang tinggi dan harganya lebih terjangkau. Dilihat
dari perkembangan zaman dengan meningkatkan kesukaan konsumen terhadap produk
chicken nugget, maka dilakukan usaha diversifikasi pada produk perikanan yaitu
fish nugget (Yulianingsih, 2005).
Fish nugget adalah salah satu bentuk
produk olahan daging ikan giling dan diberi bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu, selanjutnya dilumuri
tepung roti dan digoreng. Dimana produk ini diharapkan dapat mempunyai pasaran
yang cukup baik terutama bagi masyarakat yang umumnya lebih menyukai produk
makanan praktis dan cepat saji (Mesra, 1994 diacu dalam
Yulianingsih, 2005)
2.2 Batasan Produk Gel Nugget
Batasan produk
gel nugget Menurut Taub dan Singh (1998) protein terdenaturasi pada suhu beku
disebabkan karena faktor : 1).
perubahan kandungan air, 2). perubahan
lemak
pada ikan dan 3) aktivitas enzim trimethylamin oksidase (TMAO-ase). Selanjutnya
Djazuli et al (2001) menyatakan bahwa denaturasi dapat diartikan sebagai
proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dengan ikatan garam
dan terbukanya lipatan molekul. Perusakan asam amino dan denaturasi protein
menyebabkan meningkatnya nilai pH dengan terlepasnya N dan hilangnya air.
Penurunan kadar
lemak pada penyimpanan beku satu dan dua bulan (B1dan B2). Menurut Syartiwidya
(2003) menyatakan bahwa pada nugget yang disimpan beku, perubahan mikrostruktur
yang terjadi selama penyimpanan terlihat rongga-rongga sebagian membentuk parit
atau saluran, sehingga air atau lemak akan mudah mengalir keluar nugget saat
thawing. Hidrolisa akibat enzim lipolitik akan berlangsung lambat pada suhu
rendah tetapi tidak terhenti. Aktifitas enzim akan dapat dicegah aktifitasnya
pada kisaran suhu -20 sampai 300C.Enzim lipase masih aktif mengadakan hidrolisa
lemak meski suhunya -290C. Enzim lipase dapat aktif pada suhu rendah dan beku
karena mempunyai energi aktifitas yang rendah (Borgstrom , 1969 dan Hadiwiyoto,
1993).
Stansby (1963)
menyatakan jumlah air yang dilepaskan dipengaruhi oleh lama pembekuan, suhu
pembekuan dan suhu pencairan. Semakin lama penyimpanan beku semakin banyak air
yang dilepaskan. Jumlah air yang dilepaskan kira-kira 1 – 20 %. Penurunan ini
ada hubungannya dengan WHC, diduga berkurangnya sifat hidrofilitas sehingga
menurunkan kemampuan mengikat air karena proses pencucian terjadi pengurangan
air dan pada saat penyimpanan terjadi denaaturasi protein yang menyebabkan
berkurangnya gugus hidrofilik
Kadar abu
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang menguap.
Besarnya kadar abu pada produk nugget, diduga karena bahan baku yang
digunakan adalah bahan pangan hewani yang cukup tinggi kandungan abunya.
Sudarmaji et al (1989) menyatakan bahwa makanan yang berasal dari hewani
mengandung kadar abu yang tinggi, hal ini disebabkan oleh kandungan beberapa
mineral seperti kalsium, besi dan fosfor.
Nilai
pH suatu bahan makanan menunjukkan derajat keasaman makanan. Nilai pH pada
makanan akan mempengaruhi mikroorganisme yang dapat tumbuh. Jasad renik yang
dapat tumbuh pada kisaran pH 3 - 6 (Fardiaz, 1989).
Pengukuran TVN (Total
Volatile Nitrogen) pada produk nugget digunakan sebagai petunjuk
adanya kebusukan bahan makanan yang mengandung protein. Pola peningkatan nilai
TVN berhubungan dengan kegiatan bakteri proteolitik dalam menguraikan protein
menjadi senyawa protein yang lebih sederhana danmenguraikan TMAO (Trimetil
Amin Oksida) menjadi TMA (Trimetil Amin). Semakin tinggi aktifitas
bakteri maka semakin tinggi nilai TVN. Penyimpanan beku dapat mempengaruhi
nilai TVN. Penurunan suhu menyebabkan enzim tidak dapat bekerja secara optimal
atau lebih mendekati inaktifasi enzim, hal ini menyebabkan proses penguraian
senyawa protein menjadi senyawa yang lebih sederhana terhambat. Terhambatnya
proses tersebut menyebabkan terhentinya atau melambatnya produksi
senyawa-senyawa asam amino volatil.
Untuk menghambat
tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -120C sampai
-180C. Penyimpanan beku nugget menggunakan suhu -180C, mendukung
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme pada nugget daging merah tuna.
Pembekuan dapat membunuh sebagian mikroba di dalam produk, tetapi tidak
seluruhnya (Winarno dan Betty, 1982).
Bilangan
peroksida merupakan pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan melalui reaksi
oksidasi oleh peroksida dalam lemak/minyak pada suhu ruang di dalam medium asam
asetat/kloroform (Apriyantono, et al. 1989). Bilangan peroksida mudah
ditentukan kadarnya pada lemak. Bilangan peroksida sering digunakan untuk
mengukur perkembangan oksidasi dalam produk yang mengandung lemak (de Man,
1997).
Pengukuran asam
tiobarbiturat ini dilakukan untuk mengetahui adanya
reaksi lebih lanjut pada lemak yang menyebabkan ketengikan
pada nugget. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat
menghasilkan warna merah. Intensitas warna menunjukkan derajat ketengikan.
Kadar
histamin yang terbentuk selama penelitian masih memenuhi nilai lebih rendah
batas maksimum yaitu : 5 mg/100g (50 ppm) sesuai dengan FDA (1998). Enzim lebih
stabil dibandingkan bakteri pada suhu beku dan reaktif dengan sangat cepat
setelah thawing (FDA, 1998). Histamin dapat terakumulasi didalam daging
ikan karena adanya kesalahan penanganan bahan baku sebelum dan sesudah
pembekuan.
2.3 Mekanisme Pembentukan Gel Nugget
Gel strength diperoleh dengan adanya protein myofibril
yang saling berikatan membentu
k
ikatan serabut jala yang kuat. Dimana kadar protein myosin dan actin sangat
penting ada pada Nuget .Gel yang terbentuk oleh protein ikan terjadi pada saat
pencampuran garam dalam lumatan daging. Menurut Lee (1984), gel suwari
terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga
pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan
molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah (20 - 40 oC) akan membentuk
ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel
yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi (50 - 90 oC).
Langkah-langkah pemrosesan
utama yang terlibat dalam pembuatan nugget tahu yaitu meliputi:
1.
Pengupasan bawang
2.
Penggilingan bawang dan lada serta penghalusan daging ikan nila.
3. Penimbangan
Bahan ( penimbangan tapioka dan ikan nila sesuai perlakuan)
4. Pencampuran bahan (
seluruh bahan yaitu telur, tapioka, ikan nila, dan bumbu giling)
5.
Pengadonan bahan hingga merata
6. Cetakan
di olesi margarin dan adonan di masukkan
7. Adonan
di kukus selama 30 menit dan 20 menit
8. Adonan
yang telah di kukus di potong memanjang (setelah di dinginkan)
9.
Potongan nuget di lumuri telur
10. Potongan nuget di gulingkan pada tepung roti
11. Nuget di goreng hingga kecoklatan dan di
tiriskan
Gambar 1. Proses pembentukan gel
2.3
Faktor-Faktor
Penentu kualitas Produk Gel ikan
Faktor-faktor
yeng mempengaruhi pembentukan gel (elastisitas) dari pasta ikan adalah:
-
Kesegaran ikan. Apabila kesegaran ikan rendah maka nilai elastisitasnya akan
rendah, hal ini disebabkan karena denaturasi-protein daging ikan berkurang
kelarutannya.
-
Jenis ikan. Distribusi protein miofibril dan sarkoplasmik dalam jaringan otot
berbeda-beda pada setiap jenis ikan, sehingga dihasilkan elastisitas yang
berbeda pula. Jenis ikan yang baik untuk pembentukan gel'adalah jenis ikan yang
mengandung lemak paling rendah dan berdaging putih.
-
pH. Kelarutan protein ikan akan menjadi lebih besar dekat titik netral, oleh
karena itu miosin akan lebih mudah larut pada pH 6,5-7,0.
-
NaCl. Penambahan natrium klorida pada pasta ikan selain sebagai bumbu juga
untuk melarutkan aktomiosin agar terbentuk gel dengan alastisitas baik.
-
Pemanasan. Elastisitas dari pasta daging diperoleh melalui pemanasan pada suhu
yang tinggi dalam waktu yang singkat lebih kuat dibandingkan dengan pada suhu
rendah dengan waktu yang lama,
Jika
menggunakan surimi, Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku
yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami
denaturasi. Terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku didugakarenaadanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fasesebelum
terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam mineral menjadisangat tinggi
apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkanterjadinya pemisahan dan
denaturasi protein (Suzuki, 1981)
Masalah yang
sering terjadi adalah nilai kekuatan gel pada surimi menurun seiring dengan
adanya lama waktu penyimpanan dan suhu penyimpanan. Menurunnya nilai kekuatan
gel mengindikasikan menurunnya mutu surimi dan penerimaan konsumen manjadi
menurun. Uju (2006), menyatakan penyimpanan surimi selama 4 minggu pada suhu
-5oC diketahui nilai kekuatan gel nya lebih rendah dibanding dengan penyimpanan
pada suhu -18oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi dari kualitas
surimi. Surimi dalam penyimpanan suhu -18oC kadar protein myofibril masih
dapat dijaga dari kondisi terdegradasi, dibandingkan dengan suhu -5oC dimana
protein myofibril berkurang sebesar 19,12%.
Faktor
yang menentukan kualiatas produk gel ikan yaitu Bahan tambahan pangan , waktu
penyimpanan, suhu penyimpanan dan metode pencucian.
2.5 Parameter Penguji Mutu Gel Ikan
Parameter mutu utama kamaboko seperti halnya
produk-produk turunan surimi lainnya adalah elastisitas dan kekerasan (Sa’adah,
2007). Elastisitas dan kekerasan kamaboko tersebut dapat ditingkatkan dengan
penambahan binding agent (bahan pengikat). Bahan pengikat yang biasa
digunakan pada produk daging antara lain tepung terigu, tepung tapioka, tepung
kentang, tepung garut, tepung sagu dan tepung jagung. Sa’adah (2007) melaporkan
penelitian tentang kombinasi tepung terigu dan tepung tapioka pada kamaboko
ikan Manyung, hanya berpengaruh pada kadar protein tetapi tidak berpengaruh
terhadap mutu gel (kekerasan dan elastisitas), kadar air, dan tingkat kesukaaan
konsumen (warna, bau, rasa, dan tingkat kesukaan keseluruhan).
Adapun
parameter pengujian mutu produk nuget yaitu meliputi ;
a. Rasa
b. Aroma
c. Tekstur
d. Kenampakan
e. Uji
gigit
f. Uji
lipat
2.6 Teknologi Pembuatan Produk Gel
Nugget
Zayas (1997) menyatakan bahwa proses
gelasi tergantung pada kemampuan protein untuk membentuk jaringan tiga dimensi
sebagai hasil dari interaksi antara protein-protein dan protein-air. Air
berfungsi untuk mencegah hancurnya matriks tiga dimensi menjadi massa yang
kompak. Menurut Baier dan Mc Clements (2005), kemampuan pembentukan gel
berdasarkan atas kemampuan sebuah polimer menyusun protein untuk membentuk
ikatan silang (cross linking) dalam bentuk tiga dimensi dari protein. Terdapat
empat tipe ikatan utama yang
berkontribusi terhadap pembentukan struktur jaringan
selama proses gelasi dari pasta surimi, yaitu : ikatan garam, ikatan hidrogen,
ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik (Niwa 1992).
Asam-asam amino tirosin, serin,
hidroksiprolin dan treonin tergabung dalam grup hidroksil, dan prolin serta
hidroksiprolin yang tergabung dalam grup imino, keduanya bertindak sebagai
donor dan aseptorproton, sedangkan glutamin dan asparagin yang keduanya mengandung
grup karbonil bertindak sebagai aseptor proton. Ikatan intermolekul hidrogen
terbentuk diantara grup imino dan karbonil. Ikatan garam bertanggung jawab
terhadap peningkatan energi yang akan memisahkan molekul air. Ikatan hidrogen
akan melemah ketika dipanaskan (Niwa 1992).
Hudson (1992) membagi proses gelasi
menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi protein utuh dari
bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukan
turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini
terjadi interaksi hidrofobik. Ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi
stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Pembentukan
interaksi hidrofobik diketahui sebagai akibat keberadaan beberapa poliol dan
asam amino, seperti gliserin, sukrosa, sorbitol, asam glutamat dan lisin.
Interaksi hidrofobik terjadi ketika tahap inkubasi surimi pada suhu mendekati
40 oC (Niwa 1992). Menurut Jaczynski dan Park (2004) interaksi hidrofobik
berfungsi untuk melepaskan energi bebas yang dapat menstabilkan sistem protein.
Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Pada tahap ini menurut
Niwa (1992) pasta surimi akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida
(SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih
intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (di atas 80 oC).
Tahap ketiga adalah tahap
peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan
elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang
menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992).
Suzuki (1981) menambahkan bahwa
ketika pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam
dipanaskan,maka pasta daging tersebut berubah menjadi gel suwari. Gel suwari
tidak hanya terbentuk melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga
pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen dan hidrofobik pada molekul
protein miofibril. Gel suwari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan
molekul yang terbentuk ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel
suwariterjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50 oC. Ketika pemanasan gel
ditingkatkan hingga 50-60 oC, maka struktur gel tersebut akan hancur.
Fenomenaini disebut dengan modori. Pada rentang suhu tersebut enzim alkali
proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur
jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi
rapuh dan hilang elastisitasnya. Gel kamaboko yang elastis terbentuk ketika pasta
daging dipanaskan dengan melewati zona suhu modori. Dengan cara pemanasan ini
terbentuk jaringan dengan dimensi yang lebih besar yang disebut gel ashi.
3.
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Nugget yang
pertama dibuat adalah dari daging ayam. Nugget merupakan produk olahan daging
yang terbuat dari daging giling yang dicetak dan dilapisi dengan tepung roti. Produk nugget yang beredar di
pasaran umumnya berbahan dasar daging ayam. Daging ayam tersebut memiliki kadar
lemak yang tinggi dan harganya tergolong mahal maka dilakukan usaha
diversifikasi pada produk perikanan yaitu fish nugget.
3.2
Saran
Pada pembuatan
produk nugget ikan diperlukan pengembangan produk dengan berbagai macam inovasi
agar lebih menarik minat konsumen serta perlu adanya peningkatan mutu dari gel
ikan agar tercipta produk nugget yang memiliki kualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Pengolahan
Surimi dan Produk Fish Jelly. BPPMHP,
Jakarta.
Borgstrom,
G., 1965. Fish as Food. Volume IV Part 2.
Academic Press, Inc. Fardiaz, D. Kamaboko Produk Olahan Ikan yang
Berpotensi untuk Dikembangkan. Media Teknologi Pangan. Vol 1 (2). Bogor.
De Man, J.M.
1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung.
Djazuli, N., Sutimantoro, A. Chaidir, T. Istihastuti
dan Widarto, 2001. Teknologi
FDA (Foof and
Drug Administrations’s). 2 (Ed) : U.S. Food and Drug Administrations. Parklawn
Drive Rockville. MD 20857.
Hadiwiyoto, S.
1993. Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan, Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta.
Learson, R.J.
and J.D. Kaylor. 1990. Pelagic Fish. In
The Sea Food Industry. Editor. R.E. Martin and G.J. Flick. Van Nastrand.
New York.
Stanby, M. 1963.
Industry Fishery Technology. Reinhold
Publishing Corp. Washington.
Sudarmaji, S.,
Horyono B.S dan Suhardi. 1989. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : PAU Pangan & Gizi, UGM.
Syartiwidya,
2003. Kajian Tekstur dan Perubahan
Mikrostruktur Nugget Ikan Selama Pengolahan dan Penyimpanan. Tesis. Program
Pascasarjana,cInstitut Pertanian Bogor. Bogor.
Taub, I.A. and R.P. Singh , 1998. Food Sotrage Stability. CRC Press. New York.
Winarno, F.G.,
1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar