Senin, 26 Mei 2014

INTENSITAS CAHAYA

NAMA             : DENI SAPUTRA
NIM                 : 4443110373

INTENSITAS CAHAYA

Tujuan :
1)    Mengetahui seberapa tinggi intensitas cahaya lampu neon dan lampu pijar.
2)    Mahasiswa trampil dalam menentukan intensitas cahaya.

1.    PENDAHULUAN

Intensitas cahaya merupakan pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di matahari, atau dapat dikatakan sumber utama untuk proses-proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi. Radiasi surya memegang peranan penting dari berbagaai sumber energy lain yang dimanfaatkan manusia. Cahaya bisa dikatakan sebagai suatu bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Untuk mendukung teknik pencahayaan buatan yang benar, tentu saja perlu diketahui seberapa besar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada suatu tempat. Maka, untuk mengetahui sebeapa besar intensitas cahaya tersebut dibuthkan suatu alat ukur cahaya yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya cahaya dalam satuan lux. Ada beberapa radiasi solar, yang terpenting: radiasi elektromagnetik (yang berhubungan dengan listrik dan magnet). (Hoesin, Haslizen,1983)


2.    LANGKAH KERJA

Siapkan alat dan bahan, seperti: lux meter, lampu pijar, lampu neon, busur, tiang penyangga, dudukan lampu, kabel, stop kontak lampu, dan benang 1 meter.
Matikan lampu ruangan, selanjutnya nyalakan lampu neon, ukur intensitas cahayanya dengan menarik benang secara tegak lurus sesuai dengan sudut busur yang menempel di tiang penyangga.
Pada ujung benang di tempelkan lux meter, usahakan benang dan lux meter tegak lurus dengan lampu sesuai dengan sudut busur, catat angka yang terdapat di lux meter.
Data hasil pengamatan tersebut dimasukan kedalam office exel, lalu buat statistiknya, namu dlam bentuk radar.




3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Tabel 2. Lampu Neon
SUDUT
INTENSITAS
SUDUT
INTENSITAS
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
111
106
91
91
77
59
58
49
57
71
82
84
77
88
97
96
95
95
190
200
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
95
95
96
97
88
77
84
82
71
57
49
58
59
77
91
91
106
111
Gambar 1. Kurva Radar  Lampu Neon


Tabel 2. Lampu Pijar
SUDUT
INTENSITAS
SUDUT
INTENSITAS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
6
6
7
6
7
6
6
6
6
7
5
6
7
7
6
6
5
5
6
190
200
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
6
5
5
6
6
7
7
6
5
7
6
6
6
6
7
6
7
6
Gambar 2. Kurva Radar Lampu Pijar





PEMBAHASAN
            Dari data hasil pengamatan menunjukan, bahwa pada intensitas lampu neon itu hasilnya bervariasi dari 49 cd sampai dengan 111 cd karena intensitas cahaya tidak di pengaruhi oleh sudut, intensitas yang paling tingggi terlepak pada sudut 100  dan pada sudut 1600, yaitu sebesar 111 cd. Sedangkan intensitas yang rendah yaitu pada sudut 800 dan pada sudut 2900,yaitu sebesar 49 cd.
            Sedangkan pada lampu pijar menunjukan bahwa, data hasil pengamatan itu relatif seragam dari 5 cd sampa dengan 7 cd, hasil ini menunjukan bahwa lampu pijar, relatif sama intensitasnya dan tidak di pengaruhi oleh sudut pengamatan.


4.    KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa, intensitas cahaya lampu neon yang paling tinggi terletak pada sudut 100 dan 1600 yaitu 111 cd, sedangkan intensitas pada lampu pijar relatif sama yaitu dari 5 cd sampai 7 cd. Pada intensitas ke dua lampu tersebut, tidak di pengaruhi oleh besarnya sudut pengamatan.













DAFTAR PUSTAKA

Kimball, Jhon W.1983. INTENSITAS CAHAYA.terjemahan: Siti Soetarmi. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Karmana, Oman. 2007.Cerdas Belajar Fisika. Jakarta: Grafindo
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Pengetahuan FisikaPT Gramedia. Jakarta.

Syamsuri. I. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN BAGAN SERO

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN
BAGAN SERO

Screen_20120310_143717

Disusun Oleh Kelompok 10 :
Citra Widya Ningsih
Danti Dwi Sundari
Deny Saputra
Firmansyah
Reza Afrizal
Saiman Wijaya
Tri Rismayanti

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2013









BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar  Belakang
Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan lepas pantai dan perikanan darat. Perikanan pantai cenderung mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam teknologi penangkapan dan rekayasa teknologi dalam pengembangan armada penangkapan dan peralatan pendukung lainnya. Skala usaha dalam sistem perikanan pantai sangat beragam dari skala konsumsi rumah tangga hingga yang dikembangkan secara profesional baik oleh perusahaan swasta maupun pemerintah.
Salah satu alat tangkap tradisional yang dominan di kawasan Pelabuhan Perikanan Karangantu adalah Sero. Sero adalah perangkap yang biasanya terdiri dari susunan pagar-pagar yang akan menuntun ikan-ikan menuju perangkap. Di daerah lain Sero juga bisa disebut banjang, bila, belat, seroh, kelong. Alat tangkap tersebut tergolong alat tangkap pasif karena dioperasikan dengan cara menunggu kedatangan ikan, bukan mendekati atau mengejar kawanan ikan. Alat tangkap ini dipasang di kawasan perairan pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Salah satu faktor yang menyebabkan alat tangkap sero masih banyak dioperasikan di pesisir pantai sampai saat ini adalah karena relatif murah, mudah, dan sederhana pengoperasiannya. Meskipun jika dilihat dari produktivitasnya bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya seperti purse seine, jaring insang, dan bagan, kontribusi alat tangkap sero dalam total volume hasil tangkapan sero memang relatif lebih rendah. Pengembangan teknologi penangkapannya pun relatif lebih lambat dan inovasi baru hasil riset sangat kurang karena potensi pengembangan ke arah komersial kurang menjanjikan. Hal ini mengakibatkan para peneliti kurang berminat mengkaji masalah sero sehingga informasi dan kajian ilmiah masalah sero ini sangat terbatas, sementara populasi nelayan yang menggantungkan hidupnya pada alat tangkap ini cukup besar dan umumnya mengalami kesulitan untuk memilih pekerjaan lain karena keterbatasan keterampilan dan pengetahuan.
Tipologi daerah penangkapan perikanan pantai yang banyak terdiri dari kawasan teluk yang sifatnya semi terbuka memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan perikanan tangkap di perairan terbuka. Sumberdaya ikan di kawasan teluk keragamannya sangat tinggi mengikuti keragaman dan tipe habitat yang bervariasi. Keistimewaan lain dibandingkan dengan perairan terbuka adalah kemudahan akses oleh para nelayan. Jarak yang dekat dari pantai dan karakteristik oseanografi yang tidak terlalu ekstrim menyebabkan lebih mudah diakses oleh nelayan dengan teknologi dan peralatan armada penangkapan yang untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada dalam wilayah teluk. Berbeda dengan perairan terbuka yang membutuhkan armada penangkapan yang lebih maju dan skala yang lebih besar.
Ekosistem teluk dan beberapa ekosistem pesisir lainnya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting terhadap berbagai sumberdaya hayati laut, termasuk jenis-jenis ikan ekonomis penting yang banyak menjadi target penangkapan selama ini. Fungsi ekologis yang penting ekosistem teluk dan pesisir lainnya diantaranya sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah perlindungan, tempat mencari makan (feeding ground), dan penyebaran larva dan wilayah pembesaran berbagai biota laut (Dahuri 2003).
1.2 Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara kerja alat tangkap sero/bagan yang berada di daerah penangkapan Karangantu.
2.      Untuk mengetahui jenis tangkapan utama dan sampingan dari alat tangkapan sero/bagan.
3.      Untuk mengetahui pendapatan dari hasil tangkapan tersebut.













BAB 2
METODOLOGI
2.1 Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat di laksanakannya praktikum fieldtrip bersama Teknologi Penangkapan dan Daerah Penangkapan Ikan  yang di laksanakan pada hari jumat sampai minggu, tanggal 10-12 Mei 2013, tepatnya dilaksanakan pada jam 19.00 – 08.00 wib. Mengenai alat tangkap sero yang di operasikannya di Kepulauan Banten, Karangantu, Serang Banten.
2.2 Alat dan Bahan
            Adapun alat dan bahan yang kita gunakan dalam pelaksanaan praktikum fieldtrip bersama mengenai alat tangkap sero yaitu, para nelayan menggunakan kapal KM. Prima sebagai alat transportasi dari darat ke lokasi sero yang bermuatan sekitar 5 GT. Dan menggunakan alat tambahan yaitu serokan untuk mengambil hasil tangkannya dari jaring sero. Bahan yang di gunakan pada jaring sero yaitu menggunakan jaring trawl dengan panjang ± 100 m, dan mengguanakan tambang untuk mengikat bambu-bambu pada kostruksi sero.   
Kontruksi alat tangkap Sero:
Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri 4 bagian penting yang masing-masing disebut : penajo (main fence), sayap (wing), badan (body), dan bunuhan (crib). Badan tersebut terdiri dari kamar-kamar (chamber). Banyaknya kamar-kamar bervariasi, tergantung dari ukuran sero. Untuk sero kecil umumnya terdiri 1-2 kamar, untuk ukuran sedang 3 kamar dan untuk sero besar 4 kamar. Panjang penajo bervariasi, tergantung besar kecilnya sero. Untuk sero berukuran besar panjang penajo dapat mencapai antara 300-500 meter. Bagian penajo yang dekat dengan badan sero ± 1 / 4 sampai 1/3 dipasang kere-kere dari bambu. Kamar-kamar sero tersebut pada bagian depannya dipasang pintu-pintu dari kere bambu yang mudah ditutup dan dibuka pada waktu operasi penangkapan. Di samping bagian-bagian yang disebut penajo, sayap kiri/kanan dan bunuhan masih ada kelengkapan lain yang disebut sisir/ pengiring/pengangsan, sibu-sibu (scoop net).

2.3 Prosedur Kerja
Pada praktikum fieldtrip kali ini metode praktikum yang kami lakukan yaitu langkah pertama para nelayan berangkat menuju tempat lokasi letaknya sero. Kemudian jaring kantong yang berada di sero terlebih dahulu di turunkan pada pukul 20.00, setelah kantong diturunkan para nelayan menunggu selama kurang lebih 24jam. Selama kurung waktu tersebut para nelayan ada yang memanfaatkan waktu untuk memancing dan ada juga sebagian nelayan memantau kantong sero dari sampah maupun ubur-ubur yang masuk dengan menggunakan serokan. setelah waktu tersebut nelayan mulai mengangkat jaring kantung dan mengambil ikan dengan menggunakan serokan, lalu hasil tangkapan dimasukan kedalam bak. Setelah semua hasil peangkapan sudah terangkat semua, nelayan melalukan penyortiran sesuai dengan jenis ikan ataupun cumi-cumi. Setelah itu para nelayan kembali pulang untuk menjual hasil tangkapan kepada tengkulak. Cara ikan terperangkap pada alat tangkap sero yaitu, terjebak pada penajo atau sebagai penghalang (penghalau) perjalanan ikan. Sifat ikan umumnya berenang menelusuri pantai dan bila berpapasan dengan penajo ia cenderung akan membelok dan berenang menelusuri penajo ke arah tempat yang lebih dalam dan akhirnya terperangkap masuk ke kamar-kamar sero dan terakhir sampai ke bagian bunuhan (crib) dan terperangkaplah. Bagian sayap atau kaki berfungsi sebagai penghalang atau tepatnya berfungsi untuk mempercepat jalannya ikan masuk ke dalam badan atau kamar-kamar sero.